Kafe Temaram - Jejak Perjalanan

November 24, 2021


Seperti yang sudah gue ulas di postingan sebelumnya (klik ini kalau mau baca), kafe temaram itu sudah seperti jejak perjalanan yang kayaknya kalau dibuang rasanya sayang. Ada banyak kisah tertuang. Untuk mengingat lagi betapa menulis dapat menyulut senang.

Setelah membaca-baca ulang, rasanya gue mulai mengerti apa yang saat itu terjadi. Kenapa gue bisa sebegitunya menuliskan kata-kata yang bikin beberapa orang berkomentar "Ih bikin baper." "Kata-katanya itu loh." dan sebagainya.

Bahan bakar gue waktu menulis di kafe temaram adalah harapan. Karena waktu itu memang satu-satunya hal yang bisa gue lakukan dalam menyikapi perasaan, adalah berharap. Bukannya berjuang, elaaahhh dasar bego. Ngarep doang ga berjuang buat apee! E tapiii tapi...

Mungkin memang harus begitu. Kalau gue ngga pernah mengalami hal itu kayaknya gue juga ga akan pernah ada di posisi sekarang. Dan berkat kata-kata yang pernah gue tuliskan, ketika gue baca-baca ulang, sedikit banyak gue bisa ambil pelajaran. Karena terkadang seiring waktu berjalan, interpretasi kita terhadap sesuatu itu berkembang. Berjalannya waktu gue ngerasa sedang melihat tulisan-tulisan itu dengan berbeda nasi padang. Sudu pandang maksudnya. Maaf, maksa.

Beberapa tulisan di blog ini untuk mengawali proses kembali, kayaknya bakal gue dedikasikan untuk blog lama gue itu. Setelah ini mungkin gue bakal menuliskan beberapa hal untuk siapa pun yang pernah ada di sana. Sebagai bentuk penghargaan sebagai yang pernah hadir sebagai pembelajaran. Dan barangkali, bisa jadi referensi untuk kamu yang sedang mengalami.

Tapi...
Emangnya masih ada yang baca blog, hari ini?

You Might Also Like

4 Comments

  1. Jujur, saya kangen berada di tahun 2011-2016 dimana blog masih sangat ramai. Saling kunjung mengunjung meninggalkan jejak. Tapi sekarang semua nya lebih senang mengunjungi Facebook dan Youtube. Tapi bagi saya pribadi "Media Sosial dan Platform Digital boleh saja datang silih berganti, tapi Blog tetap selalu di hati (AFRS)"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Widihhhh...
      Iya sih. Sekarang blogger yang dulu jadi teman cerita pun sudah banyak yang ga aktif lagi.

      Hapus
  2. Gimana ya rasanya nulis di cafe? Seumur-umur nulis blog kalo enggak dikantor ya dirumah. Ngebanyangin nulis dicafe gitu biar keliatan kayak penulis2 buku yang lagi cari inspirasi dengan segelas kopinya. Kayaknya keren banget sih itu tapi harus didukung sama cafe yang nyaman dan enggak berisik. Daripada waktu hanya diisi sama rebahan dan scroll sosmed doang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kafe temaram tuh nama blog gue dulu.
      Gue juga udah lama ga nulis. Kalau nulis di kafe, mungkin gue akan prefer ke kofisop dan datengnya di jam yang ga rame (biasa siang). Soalnya kadang emang butuh suasana yang ngedukung buat nulis.

      Hapus