Kafe Temaram - Menyikapi Sudah

November 30, 2021

Kalau aja nggak mulai blogging, menuliskan apa yang gue rasain, bisa saja gue masih terdampar di sana. Perjalanan yang entah ke mana muaranya. Kafe temaram sepertinya memang sebuah tempat di mana akhirnya satu persatu kisah kusut terurai. Ujung yang entah di mana mulai terlihat rimbanya. Walau dalam prosesnya harus melewati berbagai drama.

Melepaskan memang serumit itu. Dari perjalanan itu aja gue bisa mulai mengerti kenapa ketika seseorang kehilangan, ada sesak yang tertahan. Ya, mana ada sih yang bisa baik-baik aja dengan perpisahan terbaik sekali pun?

Apa? Mau banget nih di-spill??


Gue masih bisa lho, ceritain gimana gue ketemu dan gimana perasaan itu ada buat dia. Masih bisa! Dan kalau lo tanya gimana rasanya sekarang? Gue juga bisa jawab kalau perasaan gue biasa aja. Seperti halnya ketika gue menceritakan kenakalan gue di masa kecil pas nyolong-nyolong nyobain rokok. Kayak udah jadi bagian dari cerita hidup  yang perlu diyaudahin dan kalau perlu untuk beberapa bagian gue ketawain. 

Kalau ditarik lagi, perasaan itu bisa gue release, setelah gue cukup intens mengungkapkan semuanya lewat tulisan (kali aja di sini ada yang pernah baca buku terbitan indie gue). Perasaan setelahnya juga yang membuat gue punya pandangan yang agak berbeda tentang hubungan yang berakhir, serta cara menyikapi sudah. Perasaan yang membuat gue nggak bisa related sama quotes-quotes yang menyudutkan mantan.

Karena pada akhirnya, mencintai memang perkara kepada siapa kita rela dilukai. Ketika lo milih dia, lo harus siap untuk juga terluka karena dia. Sebab hubungan nggak kayak wahana gembira. Melainkan kehidupan yang sepaket dengan berbagai cara semesta hadirkan luka.

Eh. Ternyata masih bisa lho, bikin kalimat berrima.

You Might Also Like

0 Comments