Beberapa kali ketika pengen ngopi, cuma bisa seduh sendiri dengan takaran yang ngawur. Suka kangen gitu sama suasana kedai kopi. Aromanya, suara mesin grinder sampai desis mesin espresso saat frothing susu.
Ngomong-ngomong soal kedai kopi, beberapa minggu lalu, tepatnya bulan lalu, Kopi Lain Hati baru membuka outletnya di kota tempatku bekerja. Malangnya, virus ini tiba-tiba melanda. Jadilah cuma bisa melayani untuk take away saja.
Kehadiran Lain Hati di kota ini tentu saja mengundang rasa penasaran, dong. Walau sudah ada beberapa kedai kopi lokal, munculnya kedai kopi yang namanya tenar di kota besar pasti membawa vibe yang lain. Atas dasar rasa penasan ini lah aku pun memutuskan untuk mencoba salah satu menu kopi andalannya Lain Hati.
Kesan pertama soal kopinya Lain Hati. Enaak. Walau seorang penikmat kopi, aku nggak seidealis itu untuk menyatakan kopi enak harus gini-gini, atau gitu-gitu. Lidah orang kan, beda-beda. Dan setiap kedai, masing-masing punya standarnya. Di situlah letak menariknya. Kita jadi punya pilihan untuk menikmati rasa kopi yang seperti apa. Kalau dari segi tempat, memang tidak cukup besar, sih. Sekilas aku intip dari luar, cuma ada beberapa meja di dalam. Konsep interiornya minimalis. Cukup oke untuk jadi latar foto.
Sayang, sih. Nggak bisa duduk-duduk dulu sambil menikmati senja. Padahal sore sedang manja-manjanya. Langit bersih, semburat jingganya sempurna. Tinggal muter lagu-lagu indie aja. Hehe.
Jadi kesimpulannya, jangan ke Lain Hati buat nongkrong-nongkrong, ya. Lagi musim begini. Cukup tale away aja.