Baru saja lega setelah wisuda, ternyata perjalanan belum selesai. malahan sebenarnya malah baru dimulai. Pertanyaan dan tantangan berikutnya sudah menunggu. Mau istirahat dulu, atau langsung cari kerja.

Beberapa orang mungkin sudah punya berbagai rencana setelah wisuda. Beberapa yang lain mungkin bahkan masih nggak tau apakah yang didapat selama bangku kuliah ada manfaatnya atau tidak. hehe. Ya kan. Ngaku gak!

Saya termasuk yang sudah bekerja setelah wisuda. Kebetulan memang sebelum acara kelulusan, saya sudah iseng masukin lamaran kerja ke beberapa tempat. Hingga akhirnya diterima di sebuah tempat percetakan. Sedikit banyaknya, hal itu jadi sesuatu yang agak saya sesali kemudian.

Satu hal yang bisa saya bagikan kepada kamu, yang mungkin sedang mengalami momen ini atau masih bingung mau kemana setelah wisuda, yang karena keadaan ini bikin ergghhhh gemas tapi gimana gitu, adalah milikilah kesadaran bahwa bingung itu tidak masalah. Wajar saja ketika kita sudah terbiasa dengan aktivitas selama kuliah, lalu kebiasaan itu tidak lagi bisa kita lakukan. Wajar saja kalau kita belum terbiasa. Mungkin ada perasaan kosong yang tertinggal, seperti sulitnya bertemu dengan teman seperjuangan misalnya. Sesuatu yang sebelumnya dengan mudah kita lakukan karena terikat pada satu lingkaran aktivitas yang sama. Wajar saja kita kebingungan karena kehilangan sesuatu yang biasanya ada.

Segera mendapatkan pekerjaan, bukan satu-satunya hal yang harus dilakukan.

Beberapa dari kita mungkin sudah terbebani dengan ekspektasi dari entah siapa di sekitar kita, bahwa setelah lulus harus secepatnya dapat kerja. Padahal itu bukan satu-satunya. 

Seperti yang sudah saya sebut tadi, mendapatkan kerja tidak selalu jadi sesuatu yang bisa dibanggakan. Mungkin akan saya ceritakan lain kali. Yang jelas apa pun pilihanmu nanti, entah langsung mencari kerja atau mengistirahatkan diri, pastikan itu adalah pilihan yang kamu ambil secara sadar. Pilihan yang kamu ambil karena kamu tau konsekuensi dari pilihan itu.

Karena peluang bisa datang kapan saja. Jadi meskipun kamu memilih untuk tidak langsung bekerja dulu, tidak pernah jadi masalah. Kamu bisa manfaatkan waktu untuk menggali potensi yang tak sempat dicari karena sibuk menyelesaikan studi. 

Jika beruntung, bisa jadi malah kamu bisa menjadikan hobi sebagai profesi. Kapan lagi dibayar untuk melakukan hal yang disenangi?

Pandemi yang memaksa banyak orang buat di rumah aja, membuat frekuensi membuka media sosial jadi melonjak luar biasa. Dan saya selalu menemuan diri saya memandang situasi ini memiliki dua sisi. Bagus buat temen-temen yang menjalankan bisnisnya by social media, karena punya chance buat dapet exposure besar. Sedangkan di sisi lain, membuat sebagian kita dengan mudahnya membayangkan ...

 "Enak kayaknya jadi dia, ya?"

Sedemikian pesatnya perkembangan media sosial juga sebenernya nggak selalu negatif, kan. Karena dari sana pada akhirnya jadi ngebuka berbagai peluang yang sebelumnya mungkin mustahil untuk ada. Mulai dari peluang sebagai influencer atau pun sebagai content creator. Sehingga berbagai kalangan mencoba peruntungan dengan menunjukkan apa pun yang bisa dilakukan buat menarik perhatian publik. Harapannya biar konten yang dia buat bisa viral dan akhiryna terkenal. Followers banyak, peluang endorsement terbuka, dan voilaa... Cuan di depan mata.

Saya juga sempet ketarik ke arah sana. Nyoba bikin-bikin konten mulai dari video sampai quote-quote singkat. Kebanyakan sih berasal dari tulisan-tulisan yang pernah saya publish di twitter. Tapi emang dasar orangnya moody. Konsistensi adalah musuh, hehehe. 

Tapi kayaknya bukan cuma karena itu, deh. Karena seiring prosesnya berjalan, saya sering mempertanyakan balik ke diri sendiri. Apa kah ini beneran saya?

Apa saya ngelakuin ini secara tulus karena saya suka, atau karena hal lain?

Apa saya bakal kecewa kalau saya gak bisa meraih hasil yang saya mau?

Ada beberapa waktu ketika saya memulai bikin konten di Instagram, misalkan. Saya ngerasa kayak, kok bahasannya bukan saya banget. Kayaknya ini gak relate buat diri saya sendiri. Saya juga kadang sebenernya cuma takut sama ekspektasi yang bakal ada kalau nantinya orang lain mulai memperhatikan konten saya. Saya takut orang lain berekspektasi terlalu tinggi sama saya.

Yah... gitu deh.

Kadang ketika kita ngejar sesuatu, suka lupa aja gitu sebenernya kita ngelakuin itu beneran karena kita mau atau karena kita pengen kayak orang lain.

Dah ah. Sampai di lain waktu